Thursday, January 22, 2015

Menjemput Matahari Keemasan di Bromo

Penanda waktu di handphone saya menunjukkan pukul 03.00 WIB, udara dingin menusuk tulang meskipun saya sudah mengenakan jaket rangkap tiga. Pagi buta begini saya dan Iwan sudah bersiap menjemput kebahagiaan yang disediakan Tuhan melalui perantara Alam di Bromo. Ya, kami hendak menjemput matahari yang berangkat dari atas kawasan Bromo.

Sebelum menikmati sunrise di Sunrise View Bukit Pananjakan kami mampir dulu di kedai kopi, sambil melepas lelah setelah menempuh perjalanan dari Surabaya yang kami mulai pukul 23.00 WIB. Saya merasa takjub dengan banyaknya traveler yang ada di kedai kopi ini, mereka tampak tertawa lepas ditengah dinginnya udara Bromo, mereka tampak akrab tanpa rasa canggung berkenalan satu sama lain. Setelah menyeruput kopi untuk terakhir kalinya, Iwan mengajak saya ke menuju ke spot untuk melihat matahari terbit di Pananjakan.

Kali ini saya sudah duduk manis di deretan bangku panjang di Gunung Pananjakan untuk melihat Sunrise berlatar Gunung Bromo dan Gunung Bathok. Agak mendung, keinginan saya melihat sunrise pun hampir kandas karena angin yang lumayan kencang, membawa awan menutupi arah matahari terbit. Beberapa pengunjung pun sempat bersorak kecewa saat awan tebal datang, dan kembali bersorak gembira saat angin kencang datang mengusir awan.

Awalnya saya duduk di deretan bangku paling belakang dan sempat menggigil kedinginan, tapi saat rona kemerahan mulai terpancar dari tempat matahari mengintip, Iwan menarik tangan saya merangsek kedepan menembus kerumunan manusia demi melihat sunrise lebih dekat. Dan kami berhasil merangsek maju, saya berniat mengambil gambar Sunrise, tapi apa daya saya kalah tinggi dengan wisatawan asing di depan saya, jadi Iwan yang berperawakan tinggi yang mengambilkan gambar Sunrise untuk saya. Dan kami berhasil menjemput matahari yang hendak berangkat menyusun pagi. Anggun sekali, rona kemerahan dari arah timur menyapa kami malu-malu.


Kami menghabiskan wktu hingga sekitar pukul 07.30 WIB di Gunung Pananjakan, setelah itu kami berpindah ke kaldera untuk lebih dekat dengan Kawah Gunung Bromo dan Gunung Bathok. Sebelumnya kami sarapan dengan Bakso Malang terlebih dahulu di pinggir Sabana. Setelah sarapan, saya berfoto beberapa kali di sabana.

Awalnya saya tidak berniat naik ke bibir kawah karena sempat dilarang oleh ibu saya karena aktivitas Bromo yang sedang meningkat.Tapi sekali lagi Iwan berhasil meyakinkan saya untuk naik ke bibir kawah. Benar saja saat saya sampai dibibir kawah, aroma belerang sangat menyengat, saya dan beberapa pengunjung lain batuk-batuk saking menyengatnya. Satu hal yang membuat saya kesal selama berada di Bromo adalah saat melihat tangga dan pagar pembatas di pinggir kawah di kotori oleh coretan-coretan dari tangan-tangan tak bertanggung jawab.


Saat turun dari bibir kawah saya meminta Iwan untuk menemani saya turun melalui jalur berpasir, ternyata Iwan mengajak saya melintasi bibir kawah yang tidak berpagar. Saya ketakutan, sampai Iwan harus menggandeng saya.

Selanjutnya, kami mengendarai motor mengelilingi kawasan pasir berbisik. Setengah jam berputar-putar disekitar pasir berbisik kami memutuskan untuk pulang ke Surabaya, sudah hampir pukul 11.00 WIB, kami kurang tidur.


Kami sempat berhenti di Pom bensin untuk membersihkan badan dan beristirahat sebentar di Musholla. Awalnya saya menunggui Iwan yang tertidur di Musholla, saya mendengarkan musik sambil memeluk tas, tapi entah sejak kapan saya tertidur. Pukul 14.00 WIB kami sampai di Surabaya, terimakasih Bromo untuk menukar rupiah kami menjadi setumpuk harta karun bernama pengalaman dan kenangan.

No comments:

Post a Comment